Skip to main content

PENTINGNYA BERPIKIR OUT OF THE BOX


Sebuah kisah tentang seorang Guru yang akan mengajarkan Pendidikan Moral Pancasila, ia mengawalinya dengan membuat garis lurus sepanjang 10 cm di papan tulis, kemudian meminta murid-muridnya untuk menemukan cara bagaimana memperpendek garis tersebut. Murid pertama maju ke depan lalu menghapus sekitar 2 cm pada garis tersebut, sehingga menjadi sekitar 8 cm.

Murid-murid yang lain menganggukkan kepala, tanda mereka menyetujui tindakan murid tersebut. Guru tersebut lalu mempersilakan dua murid berikutnya. Kedua murid tersebut melakukan hal yang sama, yaitu masing-masing menghapus 2 cm dari garis yang masih tersisa, sehingga akhirnya tinggal tinggal 4 cm. Kemudian Guru tersebut bertanya apakah ada acara lain bagaimana memperpendek garis tersebut selain dengan cara menghapusnya sedikit demi sedikit seperti yang telah dilakukan oleh ketiga orang murid tersebut. Kebanyakan murid menggelengkan kepala, menandakan bahwa mereka tidak lagi mengetahui cara lain yang diminta sang Guru tersebut.

Post Credit

Secara tidak disangka-sangka majulah seorang murid perempuan ke depan kelas. Ia tidak menghapus garis yang masih tersisa, namun ia membuat garis yang lebih panjang sejajar dengan garis pertama yang tinggal 4 cm itu. Melihat apa yang dilakukan murid perempuan tersebut, murid-murid yang lain terpana. Kemudian Guru itu pun berkata: “Kau memang bijak".

Sebab untuk membuat garis itu menjadi pendek, tak perlu menghapusnya, namun cukup dengan cara membuat garis yang lebih panjang. Dengan cara begitu, garis pertama akan menjadi lebih pendek dengan sendirinya. Bermula dari pengalaman itu, Guru tersebut kemudian meneruskan pelajaran hari itu dengan menyampaikan pesan moral yang dapat dipetik dari peristiwa tadi.

Pancasila, kata Guru tersebut, memuat ajaran moral bahwa dalam kehidupan bersama, kita tidak dibenarkan untuk mengecilkan orang lain, apalagi menghapus keberadaannya. Menghapus garis lurus tadi ibarat mengecilkan atau menghapus eksistensi orang lain. Untuk menjadikan “lebih besar” dibandingkan dengan orang lain, tidak harus dengan “mengecilkan” orang lain, melainkan dengan “memperbesar” diri kita. Kalau terpaksa kita harus menunjukkan bahwa perbuatan, tindakan atau pekerjaan orang lain itu masih banyak kekurangannya, kita cukup melakukan perbuatan yang lebih baik, maka perbuatan orang lain yang kita anggap kurang baik tersebut akan nampak ketidakbaikannya atau kekurangannya.

Untuk tidak membuat lingkungan hidup kita menjadi lebih kotor, kita tidak selalu harus dengan menyapunya seperti yang dilakukan oleh petugas kebersihan, namun sekurang-kurangnya kita tidak membuang sampah seenaknya di lingkungan tersebut. Menjaga kebersihan lingkungan tidak harus dengan menunggu terciptanya sistem pembersihan yang canggih, namun dapat dimulai dengan menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri untuk tidak menambah sampah di lingkungannya sendiri. Sayangnya kebanyakan dari kita, terutama generasi muda kita, justru lebih cenderung untuk melakukan hal yang sama atau bahkan meniru apa yang telah dilakukan orang terdahulu, padahal kita tahu bahwa hal itu tidak benar.

Proses pendidikan, melalui pembelajaran di kelas, sebetulnya merupakan upaya untuk mengubah cara berpikir peserta-didik. Istilah kerennya, mengubah mindset atau paradigma. Dengan adanya perubahan berpikir dari yang biasanya, kita berharap akan terjadi pula perubahan tidakan atau perbuatan yang lebih baik.

Comments

Popular posts from this blog

KONSEP "SIPAKATAU" DALAM RELASI MASYARAKAT BUGIS

Tradisi Mappalette Bola. Foto: Info Budaya Sipakatau biasa diartikan dengan saling memanusiakan. Sipakatau mengandung makna saling menjadikan manusia atau saling menghadirkan sebagai entitas yang memiliki kesadaran terhadap diri dan kehidupannya. Sipakatau berprinsip bahwa ketika Aku manusia maka Engkau pun adalah manusia, ketika Engkau adalah manusia maka Aku pun adalah manusia. Prinsip ini tidak mengenal status sosial, agama, dan keturunan atau ras seseorang. Sipakatau mengandung makna ke-saling-an atau “hubungan yang saling” di antara sesama manusia. Adapun bahasa Buber itu disebut dengan relation is mutual , yang di dalamnya tidak mengandung objek di antara yang “saling”, dan yang ada adalah keduanya merupakan subjek. Sipakatui ri padammu rupa taue merupakan ungkapan dalam bahasa Bugis yang berarti manusiakanlah sesama manusia. Adapun ungkapan tersebut mengandung makna ke-saling-an di antara sesama manusia, dan juga mengandung makna tidak mengenal perbedaan. Makna ke-saling...

Fase Quater Life Crisis "Pencarian Jati Diri"

Apakah sekarang anda berusia 20 Tahun? Apakah anda sering merasa cemas terhadap masa depan anda? merasa kurang percaya diri, gelisah dalam menjalani hidup, merasa kurang motivasi, dan merasa jika setiap hal yang anda tengah rintis telah gagal. Sumber: www.pixabay.com Umumnya di umur 20 – an adalah periode ketika seseorang mengalami krisis emosional yang melibatkan perasaan kesedihan, terisolasi, ketidakcukupan, keraguan terhadap diri sendiri, kecemasan hidup, tak termotivasi, kebingungan, serta merasa ketakutan akan kegagalan. Jika anda tengah mengalami kondisi di atas, besar kemungkinan anda tengah berada pada fase hidup yang kerap dikenal sebagai Quarter Life Crisis (QLC). Biasanya, dipicu permasalahan finansial, relasi, karier, serta nilai-nilai yang diyakini. Fase Quarter Life Crisis menimpa seseorang karena adanya berbagai tekanan/ tuntutan dari orang-orang dan lingkungan sekitar. Tekanan dan tuntutan ini biasanya mengenai pencapaian hidup dan tujuan hidup seseorang. Selain itu, ...

PENGUASA YANG TULI DAN RAKYAT YANG SEDANG SAKIT

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya bahkan ingin mengetahui apa sebetulnya yang sedang terjadi di sekelilingnya sehingga, rasa ingin tahu ini yang memaksa seseorang perlu berkomunikasi antra satu dengan yang lainya.  Dalam kehidupan ditengah-tengah kerumunan masyarakat, orang yang di anggap tidak pernah atau bahkan jarang berkomunikasi dengan orang lainya niscaya ia akan terisolasi dari orang-orang di sekililingnya. Pengaruh keterisolasian ini biasanya akan menimbulkan depresi mental yang berujung membawa seseorang kehilangan keseimbangan jiwa.  Menurut Dr.Everett Kleinjan yang berasal dari East West Center Hawai, yang memaparkan bahwa komunikasi merupakan sudah menjadi bagian yang kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup ia perlu berkomunikasi.  Kali ini saya akan menuliskan sebuah cerita yaitu, tentang seorang yang ...