Sipakatau biasa diartikan dengan saling memanusiakan. Sipakatau mengandung makna saling menjadikan manusia atau saling menghadirkan sebagai entitas yang memiliki kesadaran terhadap diri dan kehidupannya. Sipakatau berprinsip bahwa ketika Aku manusia maka Engkau pun adalah manusia, ketika Engkau adalah manusia maka Aku pun adalah manusia. Prinsip ini tidak mengenal status sosial, agama, dan keturunan atau ras seseorang. Sipakatau mengandung makna ke-saling-an atau “hubungan yang saling” di antara sesama manusia. Adapun bahasa Buber itu disebut dengan relation is mutual, yang di dalamnya tidak mengandung objek di antara yang “saling”, dan yang ada adalah keduanya merupakan subjek.
Sipakatui ri padammu rupa taue merupakan ungkapan dalam bahasa Bugis yang berarti manusiakanlah sesama manusia. Adapun ungkapan tersebut mengandung makna ke-saling-an di antara sesama manusia, dan juga mengandung makna tidak mengenal perbedaan. Makna ke-saling-an bisa ditemukan pada kata pakataui ( manusiakanlah).
Sementara itu, yang mengandung makna tidak mengenal perbedaan bisa dilihat pada kalimat ri padammu rupa taue. Kalimat tersebut mengandung makna bahwa rupa tau adalah entitas makhluk yang berkesadaran yaitu manusia, tanpa ada unsur pembeda di antara sesama rupa tau atau manusia. Jadi, setiap rupa tau atau manusia harus mendapat perlakuan sesuai martabatnya sebagai manusia tanpa mengenal unsur-unsur pembeda. Apakah dia manusia berkulit hitam atau berkulit putih, Austronesia atau Melanesia, Bugis atau Jawa, Hindu atau Islam, perempuan atau laki-laki, selama mereka adalah seorang manusia maka harus mendapat perlakuan sebagai manusia layaknya seperti diri kita sendiri. Hal semacam itu diuraikan oleh Mattulada dalam bukunya, yang menjelaskan tentang nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam sebuah naskah Bugis kuno yang berjudul Latoa.
Referensi:
Mattulada, 1995, Latoa, Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, Cetakan ke-2, Hasanuddin University Press, Makassar. Badewi 2015, Relasi Antar Manusia Dalam Nilai-Nilai Budaya: Perpektif Filsafat Dialogis Martin Bube, Jurnal Filsafat, 25, 1.

Comments
Post a Comment